PERCOBAAN I
PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN
I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan praktikum ini adalah membuat larutan dengan konsentrasi tertentu, mengencerkan larutan, dan menentukan konsentrasi larutan yang telah dibuat.
II. DASAR TEORI
Kata larutan (solution) sering dijumpai. Larutan merupakan suatu campuran homogen antar dua atau lebih zat yang berbeda jenis. Ada dua komponen utama pembentuk larutan, yaitu zat terlarut (solute) dan zat pelarut (solvent). Untuk menyatakan komposisi larutan secara kuantitatif digunakanlah konsentrasi. Konsentrasi adalah perbandingan jumlah zat terlarut dengan pelarut. Perbandingan itu dapat diungkapkan dengan dua cara, yaitu perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah zat pelarut dan perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah larutan.Larutan memiliki fasa, fasa larutan dapat berupa fasa gas, cair, atau fasa padat bergantung pada sifat kedua komponen pembentuk larutan. Apabila fasa larutan dan fasa zat-zat pembentuknya sama,zat yang berada dalam jumlah yang terbanyak umumnya disebut sebagai pelarut sedangkan zat lainnya sebagai zat terlarutnya (Mulyono, 2005).
Larutan dapat didefinisikan sebagai fasa yang homogen yang mengandung lebih dari 1 komponent. Jadi tiap-tiap bagian dari larutan itu mempunyai komposisi kimia dan sift-sifat fisika yang sama. Bila sistem hanya terdiri dari 2 zat maka disebut larutan biner, misalnya alcohol dalam air. Zat yang ada dalam jumlah yang lebih besar disebut zat pelarut (solvent), sedang zat yang ada dalam jumlah yang lebih kecil disebut zat yang terlarut (solute).
Misalnya : dalam larutan alkohol 15 % : air sebagai solvent dan alkohol sebagai solute. Sebaliknya dalam larutan alkohol 95,6 % : alkohol sebagai solvent dan air sebagai solute (Respati,1981).
Pada umumnya zat yang sering digunakan sebagai pelarut (solvent) adalah air, selain air yang berfungsi sebagai pelarut ada juga pelarut yang menggunakan alkohol, amoniak, kloroform, benzena, minyak, asam asetat, akan tetapi kalau pelarutnya air biasanya tidak disebutkan (Gunawan dan Roeswati, 2004).
Konsentrasi dari suatu larutan menunjukkan berapa banyak jumlah suatu zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan yang menggunakan air sebagai pelarut dinamakan larutan dalam air atau aqueous. Larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah banyak dinamakan larutan pekat. Jika jumlah zat terlarut sedikit, larutan dinamakan larutan encer (Baroroh, 2004).
Menyebutkan komponen-komponen dalam larutan saja tidak cukup memberikan larutan secara lengkap. Informasi tambahan diperlukan, yaitu konsentrasi larutan. Banyak cara untuk memerikan konsentrasi larutan, yang semuanya menyatakan kuantitas zat dalam kuantitas pelarut (atau larutan). Dengan demikian, setiap sistem konsentrasi harus menyatakan butir-butir berikut :
1. Satuan yang digunakan untuk zat terlarut.
2. Kuantitas kedua dapat berupa pelarut atau larutan keseluruhan.
3. Satuan yang digunakan untuk kuantitas kedua.
Konsentrasi dinyatakan dalam Satuan Kimia :
1. Konsentrasi Molar
Konsentrasi molar (molar concentration), M, ailah jumlah mol zat terlarut yang terkandung di dalam satu liter satuan (Rosenberg,1992).
2. Normalitas
Normalitas menyatakan jumlah mol ekivalen zat terlarut dalam 1 liter larutan. Untuk asam, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion H+. Sedangkan untuk basa, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion OH-. Antara Normalitas dan Molaritas terdapat hubungan N = M x valensi (Anonim, 2008).
3. Molalitas
Molalitas (molality) suatu larutan ialah banyaknya mol zat terlarut per koligram pelarut yang terkandung dalam suatu larutan. Molalitas (m) tidak dapat dihitung dari konsentrasi molar (M), kecuali jika rapatan (densitas) larutan itu diketahui.
4. Fraksi Mol
Fraksi mol (mole fraction), x, suatu komponen dalam larutan didefinisikan sebagai banyaknya mol (n) komponen itu, dibagi dengan jumlah mol keseluruhan komponen dalam larutan itu. Jumlah fraksi mol seluruh komponen dalam setiap larutan ialah 1. Dalam persentase fraksi mol dinyatakan sebagai mol persen (Rosenberg,1992).
5. Persen massa
Persen massa (% w) adalah perbandingan massa zat terlarut dengan massa larytan dikalikan 100 %. Satuan ini biasa dipakai untuk larutan padat dalam cair, atau padat dalam padat.
6. Persen volume
Persen volume (% V) adalah perbandingan volume zat terlarut dengan volume larutan dikalikan 100 %. Satuan ini sering dipakai untuk campuran dua cairan atau lebih, contohnya air dengan alkohol.
7. Part per million
Part per million (ppm) adalah milligram zat terlarut dalam tiap kg larutan. Satuan ini sering dipakai untuk konsentrasi zat yang sangat kecil dalam gas, cair, atau padat (Syukri,1999).
Larutan standar dapat dipakai untuk mengetahui atau menstandarkan suatu larutan yang tidak atau belum diketahui konsentrasinya. Hal tersebut dilakukan dengan titrasi, yaitu cara analisis tentang pengukuran jumlah larutan yang dibutuhkan untuk bereaksi secara tepat dengan zat yang terdapat dalam larutan lain. Analisis yang berkaitan dengan volume tertentu larutan pereksi disebut analisis volumetri.
Larutan standar biasanya diteteskan dari suatu buret dalam suatu labu erlenmeyer yang mengandung zat yang telah ditentukan kadarnya sampai reaksi selesai yang disebut titik akhir teoritis.selesainya reaksi dapat dilihat dari perubaha warna. Akan tetapi dalam praktek selalu terjadi satu akibat sedikit berbeda yang disebut kesalahan titrasi analisis.
Salah satu reaksi yang sering digunakan dalam titrasi adalah netralisasi asam basa. Dalam hal ini indikator berperan untuk menentukan keadaan larutan apakah asam atau basa.
Larutan standar dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Larutan standar primer adalah larutan standar yang dibuat dari sejumlah contoh yang diinginkan dan ditimbang dengan teliti, kemudian melarutkannya dalam volume larutan yang telah diukur dengan teliti. Konsentrasi larutan standar primer selalu tetap. Contohnya K2Cr2O7, KIO3, dan Na2CO3. Larutan standar primer harus memenuhi syarat – syarat seperti:
· Zat itu mudah didapat dalam bentuk murni.
· Zat itu tetap, mudah dikeringkan dan tidak higroskopik.
· Zat itu mempunyai berat ekuivalen yang cukup tinggi.
· Stabil dalam keaadaan biasa, setidaknya pada saat ditimbang.
· Dalam titrasi asam bereaksi menurut syarat – syarat titrasi (Keenan, 1989)
2. Larutan standar sekunder, yaitu larutan yang dibuat dari larutan standar primer yang jumlah dan volemenya sudah diukur dengan teliti, tetapi tidak memenuhi sifat-sifat dari larutan standar primer. Contohnya adalah NaOH.
Dalam titrasi biasanya digunakan indikator. Dalam percobaan ini digunaka indicator metil merah dengan indicator phenopthalein. Metil merah adalah garam Na dari satu asam sulphonik dimana di dalam suatu larutan banyak terionisasi. Dalam lingkungan alkali anionnya memberikan warna kuning sedangkan dalam suatu asam metil merah bersifat sebagai basa lemah dan mengambil ion H+,terjadi suatu perubahan struktur dan memberikan warna merah dari ion-ionnya.Sedangkan Phenolphatalein tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan yang tidak terio nisasi,indicator tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa pp akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena anionnya. Cara menyatakan konsentrasi suatu larutan, yaitu dinyatakan sebagai massa atau zat yang beratnya terlarut dalam jumlah massa pelarut dan dinyatakan oleh massa zat terlarut dalam sejumlah zat volume tertentu larutan (Sukmariah,1990).
III. ALAT DAN BAHAN
A. ALAT
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah erlenmeyer, buret, gelas piala, labu takar, pipet tetes, pipet gondok, pipet ukur, gelas ukur, gelas arloji, gelas beker, pengaduk kaca, neraca analitik.
B. BAHAN
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Asam klorida pekat, larutan Natrium Hidroksida 0,1 M, laruan Asam klorida 0,1 M, indikator phenophtalein, indicator metil merah, dan akuades
IV. PROSEDUR PERCOBAAN
A. Pembuatan dan Pengenceran Larutan Asam Klorida
1) Menimbang labu takar kosong 50 ml dan mencatat beratnya (a gram).
2) Mengambil 4,15mL larutan asam klorida pekat dengan menggunakan gelas ukur yang telah diketahui beratnya dan pipet tetes. Melakukan dalam lemari asam.
3) Menimbang labu takar 100mL yang kosong, mencatat beratnya ( b gram). Serta mengisi dengan sekitar 20 – 25 ml akuades.
4) Memasukkan asam klorida pekat yang telah diambil ke dalam labu takar secara perlahan – lahan.
5) Menambahkan akuades ke dalam labu takar hingga tanda batas (meniscus bawah). Menutup labu takar dan melakukan pengocokan hingga larutan homogen. Menimbang berat labu takar yang telah berisi larutan. Larutan yang telah dibuat dalam tahap ini disebut sebagai Larutan A.
6) Memindahkan 20 mL larutan asam klorida yang telah dibuat (larutan A) ke dalam labu takar 100 mL yang baru dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
7) Menambahkan akuades ke dalam labu takar tersebut hingga tanda batas. Larutan HCl yang telah diencerkan disebut larutan B.
B. Penentuan Konsentrasi Larutan Asam Klorida melalui Titrasi
a. Titrasi dengan Indicator Metil Merah
1) Membilas buret dengan akuades , kemudian membilas lagi dengan larutan NaOH.
2) Mengisi buret dengan larutan natrium hidroksida.
3) Mencatat volume awal larutan natrium hidroksida dalam buret dengan membaca skala pada meniscus bawah larutan.
4) Memindahkan 10 mL larutan asam klorida encer (larutan B) ke dalam Erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
5) Menambahkan indicator metil merah ke dalam larutan tersebut.
6) Mentitrasi larutan dalam erlemeyer dengan larutan natrium hidroksida di dalam buret hingga terjadi perubahan warna.
7) Menghentikan titrasi ketika terjadi perubahan warna.
8) Membaca volume akhir natrium hidroksida yang tersisa dalam buret. Menghitung volume natrium hidroksida yang diperlukan untuk titrasi dari selisih volume awal dan volume akhir natrium hidroksida dalam buret.
9) Melakukan titrasi sebanyak 2 kali.
b. Titrasi dengan Indikator Fenoftalein
1) Melakukan kembali prosedur titrasi terhadap 10 mL larutan asam klorida encer (larutan B) dengan larutan NaOH 0,1 M, namun dengan menggunakan indicator phenophtalein.
2) Membandingkan hasil yang diperoleh antara perlakuan dengan menggunakan indicator metil merah dengan menggunakan phenophtalein sebagai indicator.
C. Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida
1) Menimbang secara teliti 0,4 gram butiran natrium hidroksida menggunakan kaca arloji dan neraca analitik.
2) Memindahkan natrium hidroksida yang telah ditimbang dari gelas arloji ke dalam gelas beker yang berisi 20 – 25 mL akuades hangat.
3) Mengaduk dengan pengaduk kaca hingga seluruh natrium hidroksida larut sempurna.
4) Memindahkan larutan dari gelas beker ke dalam labu takar 50 mL.
5) Menambahkan akuades hingga tanda batas pada labu takar. Menutup labu takar, kemudian mengocok hingga homogen. Larutan yang diperoleh pada tahapan ini disebut sebagai larutan C.
6) Memindahkan 25 mL larutan C ke dalam labu takar 100 mL yang baru dengan menggunakan pipet gondok yang sesuai.
7) Menambahkan akuades hingga tanda batas. Mengocok hingga homogen. Larutan yang diperoleh disebut larutan D.
D. Penentuan Konsentrasi Larutan Natrium Hidroksida melalui Titrasi
a. Titrasi NaOH dengan Larutan HCl sebagai Titran
1) Membilas buret dengan akuades, kemudian membilas kembali dengan larutan HCl 0,1M.
2) Mengisi buret dengan larutan HCl 0,1 M.
3) Mencatat volume awal larutan HCl 0,1 M dalam buret dengan membaca skala pada meniscus bawah larutan.
4) Memindahkan 10 mL larutan NaOH encer (larutan D) ke dala erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
5) Menambahkan 2-3 tetes indicator metil merah ke dalam larutan tersebut.
6) Mentitrasi larutan dalam Erlenmeyer dengan larutan HCl 0,1 M di dalam buret hingga terjadi perubahan warna.
7) Menghentikan titrasi ketika terjadi perubahan warna.
8) Membaca volume akhir asam klorida yang tersisa dalam buret. Menghitung volume asam klorida yang diperlukan untuk titrasi dari selisih volume awal dan volume akhir asam klorida dalam buret.
9) Melakukan titrasi sebanyak 2 kali.
b. Titrasi Larutan HCl 0,1 N dengan Larutan NaOH sebagai Titran
1) Membilas buret dengan akuades, kemudian membilas kembali dengan larutan NaOH yang telah dibuat (laruatan D)
2) Mengisi buret dengan larutan NaOH encer (larutan D).
3) Memindahkan 10 mL larutan HCl 0,1 M ke dalam Erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
4) Menambahkan 2-3 tetes indikator metil merah ke dalam larutan tersebut.
5) Mentitrasi larutan dalam Erlenmeyer dengan larutan NaOH encer yang berada dalam buret hingga terjadi perubahan warna.
6) Menghentikan titrasi ketika terjadi perubahan warna.
7) Menghitung volume NaOH yang diperlukan untuk mentitrasi larutan HCl tersebut.
8) Melakukan titrasi sebanyak 2 kali
9) Membandingkan hasil yang diperoleh antara perlakuan denagn larutan HCl 0,1 M sebagai titran dan larutan NaOH encer sebagai titran.
V. HASIL PERCOBAAN
1. Hasil
I. Pembuatan dan Pengenceran Larutan HCl
a. Pembuatan Larutan A
No | Langkah Percobaan | Hasil Pengamatan |
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. | Menimbang gelas ukur 50 mL Mengambil larutan asam klorida pekat dengan menggunakan gelas ukur Menimbang labu takar kosong 100 mL Mengisi labu takar dengan akuades Memasukkan secara perlahan-lahan asam klorida pekat ke dalam labu takar Menambahkan akuades ke dalam labu takar hingga tanda batas. Menimbang larutan Menutup labu takar dan mengocok hingga larutan homogen. Menimbang labu takar yang berisi larutan, Larutan ini adalah larutan A. Mencatat volume larutan A | 16,08 gr 4,15 mL 67,56 gr 20-25 mL 4,15 mL 99,45 gr 69,03 gr 100 mL |
b. Pembuatan Larutan B
No | Langkah Percobaan | Hasil Pengamatan |
1. 2. 3. | Memindahkan larutan asam klorida yang telah dibuat (larutan A) dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur ke dalam labu takar 100 mL yang baru. Menambahkan akuades ke dalam labu takar tersebut hingga tanda batas. Mencatat larutan setelah diencerkan (larutan B) | 20 mL 100 mL |
II. Penentuan Konsentrasi HCl
a. Titrasi Menggunakan Indikator Metil Merah
No | Langkah Percobaan | Hasil Pengamatan |
1. 2. 3. 4. 5. | Mengambil 10 ml larutan HCl 0,1 M Memasukkan ke dalam Erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur Menambahkan 2-3 tetes indikator metil merah dan mentitrasi larutan dalam Erlenmeyer dengan meneteskan larutan NaOH Mencatat pembacaan volume akhir Mengulangi langkah 1-4 | Berwarna merah muda Berwarna bening V HCl = 10 mL V NaOH = 8,9 mL Perubahan warna dari berwarna merah muda menjadi kuning. |
b. Titrasi Menggunakan Indikator phenopthalein
No | Langkah Percobaan | Hasil Pengamatan |
1. 2. 3. 4. 5. | Mengambil 10 ml larutan HCl 0,1 M Memasukkan ke dalam Erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur Menambahkan 2-3 tetes indikator phenopthalein dan mentitrasi larutan dalam Erlenmeyer dengan meneteskan larutan NaOH Mencatat pembacaan volume akhir Mengulangi langkah 1-4 | Berwarna bening Berwarna merah muda V HCl = 10 mL V NaOH = 8,9 ml Perubahan warna dari berwarna bening menjadi merah muda |
III.Pembuatan Larutan NaOH
a. Pembuatan Larutan C
No | Langkah Percobaan | Hasil Pengamatan |
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. | Menimbang natrium hidroksida menggunakan kaca arloji dan neraca analitik. Memasukkan akuades ke dalam gelas beker. Memindahkan natrium hidroksida dari gelas arloji ke dalam gelas beker yang berisi akuades. Mengaduk dengan pengaduk kaca hingga seluruh natrium hidroksida larut sempurna. Memindahkan larutandari gelas beker ke dalam labu takar 50 mL Menambahkan akuades hingga tanda batas pada labu takar, kemudian mengocoknya hingga homogen. Larutan ini disebut larutan C. Mencatat volume larutan C. | 0,41 gr 20-25 mL 50 mL |
b. Pembuatan Larutan D
No | Langkah Percobaan | Hasil Pengamatan |
1. 2. 3. | Memindahkan larutan natrium hidroksida yang telah dibuat (larutan C) dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur ke dalam labu takar 100 mL yang baru. Menambahkan akuades ke dalam labu takar tersebut hingga tanda batas. Mencatat larutan setelah diencerkan (larutan B) | 25 mL 100 mL |
IV. Penentuan Konsentrasi Larutan NaOH
a. Titrasi NaOH dengan Larutan HCl sebagai Titran
No | Langkah Percobaan | Hasil Pengamatan |
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. | Mengambil 10 ml larutan NaOH Memasukkan ke dalam Erlenmeyer Menambahkan 2-3 tetes indikator metil merah Mencatat pembacaan awal buret Menitrasi larutan NaOH dengan larutan HCl Mencatat pembacaan volume akhir Mengulangi langkah 1-6 | Berwarna kuning Berwarna merah muda V NaOH = 10 mL V HCl = 2,8 mL Perubahan warna dari warna kuning menjadi merah muda |
b. Titrasi HCl dengan Larutan NaOH sebagai Titran
No | Langkah Percobaan | Hasil Pengamatan |
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. | Mengambil 10 ml larutan HCl Memasukkan ke dalam Erlenmeyer Menambahkan 2-3 tetes indikator metil merah Mencatat pembacaan awal buret Menitrasi larutan HCl dengan larutan NaOH Mencatat pembacaan volume akhir Mengulangi langkah 1-6 | Berwarna merah muda Berwarna kuning V HCl = 10 mL V NaOH = 2,8 mL Perubahan warna dari warna merah muda menjadi bening. |
2. Perhitungan
A. Penentuan Konsentrasi Larutan HCL Pekat
Diketahui : Massa jenis HCl = 1190 gram/L
Persen berat = 37 % (b/b)
Massa 1 L HCl pekat = 1190 gram/L X 1 L = 1190 gram
Massa HCl dalam 1 L larutan pekat = 37 % X 1190 gram
= 440,3 gram
Mr HCl pekat = 36,5 gram/mol
Ditanya : Molaritas (M) HCl pekat
Jawab : Molaritas HCl pekat = (440,3 gram / 36,5 gram.mol-1)
1 L = 12,06 mol/L
B. Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Encer (Larutan A dan Larutan B)
1. Melalui Perhitungan Pengenceran
a. Konsentrasi Larutan A
Diketahui : Molaritas HCl pekat (MHCl) = 12,06 mol/L
Volume HCl pekat (VHCl) = 4,15 mL
Volume larutan A (VA) = 100 mL
Ditanya : Molaritas larutan A (MA)
Jawab :
MA . VA = MHCl . VHCl
MA . 100 mL = 12,06 mol/L . 4,15 mL
MA = 0.5 mol/L
b. Konsentrasi Larutan B
Diketahui : Molaritas larutan A (MA) = 0,5 mol/L
Volume larutan A (VA) = 20 mL
Volume larutan B (VB) = 100 mL
Ditanya : Molaritas larutan B (MB)
Jawab :
MA . VA = MB . VB
0,5 mol/L . 20 mL = MB . 100 mL
MB = 0,1 mol/L
2. Melalui Titrasi
a. Titrasi dengan indikator metil merah
Diketahui : Konsentrasi larutan NaOH = 0,1 M
Rata-rata volume NaOH yang digunakan = 9,05 mL
Volume larutan HCl yang dititrasi = 10 mL
Ditanyakan : Konsentrasi HCl yang dititrasi (MHCl)
Jawab :
Ekuivalen asam = Ekuivalen basa
MHCl . VHCl = MNaOH . VNaOH
MHCl . 10 mL = 0,1 mol/L . 8,9 mL
MHCl = 0.089 mol/L
b. Titrasi dengan indikator phenophtalein
Diketahui : Konsentrasi larutan NaOH = 0,1 M
Rata-rata volume NaOH yang digunakan = 8,9 mL
Volume larutan HCl yang dititrasi = 10 mL
Ditanya : Konsentrasi HCl yang dititrasi (MHCl)
Jawab :
Ekuivalen asam = Ekuivalen basa
MHCl . VHCl = MNaOH . VNaOH
MHCl . 10 mL = 0,1 mol/L . 8,95 mL
MHCl = 0.089 mol/L
C. Penentuan Konsentrasi Larutan NaOH
1. Melalui Perhitungan Pengenceran
a. Konsentrasi Larutan C
Diketahui : Massa NaOH = 0,4 gram
Volume NaOH = 100 mL = 0,1 L
Mr NaOH = 40 gram.mol-1
Ditanya : Molaritas NaOH (MC)
Jawab :
Molaritas NaOH = massa / Vlarutan
= 0,4 gram / 40 gram.mol-1
0,1 L
= 0,1 mol/L
b. Konsentrasi Larutan D
Diketahui : Molaritas larutan C (MC) = 0,1 mol/L
Volume larutan C yang diencerkan (VC) = 25 mL
Volume larutan D (VD) = 100 mL
Ditanya : Molaritas larutan D (MD)
Jawab :
MC . VC = MD . VD
0,1 mol/L . 25 mL = MD . 100 mL
MD = 0,025 mol/L
2. Melalui Titrasi
a. Titrasi NaOH oleh HCl
Diketahui : Konsentrasi HCl yang digunakan = 0,1 M
Volume larutan NaOH yang dititrasi = 10 mL
Volume HCl yang digunakan = 2,8 mL
Ditanya : Konsentrasi larutan NaOH (MNaOH)
Jawab :
Ekuivalen asam = Ekuivalen basa
MHCl . VHCl = MNaOH . VNaOH
0,1 mol/L . 2,8 mL = MNaOH . 10 mL
MNaOH = 0,05 mol/L
b. Titrasi HCl oleh NaOH
Diketahui : Konsentrasi HCl yang digunakan = 0,1 M
Volume larutan NaOH yang digunakan = 18,55 mL
Volume HCl yang dititrasi = 10 mL
Ditanya : Konsentrasi larutan NaOH (MNaOH)
Jawab :
Ekuivalen asam = Ekuivalen basa
MHCl . VHCl = MNaOH . VNaOH
0,1 mol/L . 10 mL = MNaOH . 8,9 mL
MNaOH = 0,11 mol/L
B. PEMBAHASAN
NaOH yang berbentuk butiran, jika dilarutkan dalam air, maka larutan yang dihasilkan akan bersifat basa kuat. Untuk membuat larutan NaOH, dapat dilakukan dengan melarutkan butiran NaOH dengan akuades. Untuk mendapatkan konsentrasi yang lebih rendah, dapat dilakukan dengan menambahkan larutan tersebut dengan akuades hingga volume tertentu.
Pengenceran larutan dilakukan dengan menambahkan akuades. Pengenceran larutan ini dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi larutan yang lebih rendah dari sebelumnya.
Berdasarkan hasil perhitungan, dipeoleh molaritas HCl pekat yaitu sebesar 12,06 mol/L, molaritas larutan A adalah 0,5 mol/L, dan molaritas larutan B adalah 0,1 mol/L. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa konsentrasi larutan setelah pengenceran lebih rendah daripada konsentrasi sebelum pengenceran.
Pada praktikum kali ini untuk menentukan konsentrasi suatu larutan dilakukan dengan cra titrasi. Titrasi pertama yaitu titrasi larutan NaOH dengan larutan HCl sebagai titran Proses titrasinya dilakukan dengan mencampurkan dua hingga tiga tetes indikator metil merah. Sebelum titrasi, larutan berwarna kuning, namun setelah dititrasi dengan larutan HCl, warna larutan berubah menjadi merah. Hal ini menunjukkan bahwa larutan NaOH bersifat basa kuat.
Berdasarkan hasil perhitungan, dipeoleh molaritas HCl pekat yaitu sebesar
12,06 mol/L, molaritas larutan A adalah 0,5 mol/L, dan molaritas larutan B adalah 0,1 mol/L. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa konsentrasi larutan setelah pengenceran lebih rendah daripada konsentrasi sebelum pengenceran.
Selanjutnya adalah proses titrasi larutan HCl dengan larutan NaOH sebagai titran. Proses titrasi ini sama seperti proses titrasi NaOH dengan larutan HCl sebagai titran, namun yang dituangkan ke dalam buret adalah larutan basa kuat, yaitu NaOH yang diteteskan ke dalam larutan HCl yang telah diberi indikator metil merah. Sebelumnya titrasi larutan berwarna merah muda, sedangkan setelah titrasi warna larutan berubah menjadi kuning. Hal ini menunjukkan bahwa HCl bersifat asam kuat.
Dari hasil percobaan di dalam titrasi biasanya digunakan indikator. Pada percobaan ini digunakan indikator metil merah dan indikator phenopthalein. Metil merah adalah garam Na dari satu asam sulphonik dimana di dalam suatu larutan banyak terionisasi. Dalam lingkungan alkali anionnya memberikan warna kuning sedangkan dalam suatu asam metil merah bersifat sebagai basa lemah dan mengambil ion H+, terjadi suatu perubahan struktur dan memberikan warna merah dari ion - ionnya. Sedangkan phenolphatalein tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan yang tidak terionisasi, indikator tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa pp akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena anionnya. Cara menyatakan konsentrasi suatu larutan, yaitu dinyatakan sebagai massa atau zat yang beratnya terlarut dalam jumlah massa pelarut dan dinyatakan oleh massa zat terlarut dalam sejumlah zat volume tertentu larutan.
VI. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini yaitu :
1. Larutan dapat didefinisikan sebagai phase yang homogan yang mengandung lebih dari 1 komponent yaitu zat terlarut (solute) dan zat pelarut (solvent).
2. Konsentrasi dari larutan menunjukkan banyak jumlah suatu zat terlarut dalam larutan.
3. Suatu larutan dengan konsentrasi tertentu dapat dibuat dengan cara melarutkan zat terlarut yang berada dalam bentuk padatan dan mengencerkan suatu larutan pekat.
4. Pada percobaan ini digunakan indikator metil merah dan phenophtalein yang berfungsi untuk menunjukkan titik akhir dari suatu proses titrasi yang dapat dilihat dalam perubahan warna.
5. Pada titrasi NaOH dengan larutan HCl sebagai titran, terjadi perubahan warna larutan yaitu dari kuning menjadi merah muda.
6. Pada titrasi HCl dengan larutan NaOH sebagai titran, terjadi perubahan warna larutan, yaitu dari warna merah muda menjadi bening.
7. Konsentrasi larutan A yang didapatkan hasil perhitungan sebesar 0,5 mol/L. Konsentrasi larutan B sebesar 0,1 mol/L. Konsentrasi larutan C sebesar 0,1 mol/L. Konsentrasi larutan D sebesar 0,025 ml/L.
8. Melalui titrasi NaOH oleh HCl didapatkan molaritas NaOH sebesar 0,05 mol/L, dan melalui titrasi HCl oleh NaOH sebesar 0,11 mol/L.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2008.Konsentrasi Larutan.
http://www.free.vlsm.org
diakses pada tanggal 19 November 2010
Baroroh, Umi L U. 2004. Diktat Kimia Dasar I. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.
Gunawan, Adi dan Roeswati. 2004. Tangkas Kimia. Kartika. Surabaya.
Mulyono. 2005. Membuat Reagen di Laboratorium. PT Bumi Aksara : Jakarta.
Respati. 1981. Dasar-Dasar Ilmu Kimia. Jakarta. Rineka Cipta.
Rosenberg, Jerome L. 1992. Kimia Dasar Keenam. Jakarta. Erlangga.
Sukmariah, M. dan Kamianti. 1990. Kimia Kedokteran I. Binarupa Aksara. Jakarta.
Syukri. 1999. Kimia Dsar 2. Bandung. Penerbit ITB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar